BSIP Koordinasikan Harmonisasi Program Standar
Lido (26/9) – Badan Standardisasi Instrumen Pertanian (BSIP) pada usianya yang ke-2 tahun ini telah menghasilkan 38 RSNI3 yang diantaranya sudah menjadi SNI dan disahkan oleh Badan Standardisasi Nasional. Pada Tahun 2024 ini, sebanyak 52 RSNI3 ditargetkan untuk dapat menjadi SNI. Disamping itu, juga telah disusun Program Nasional Penyusunan Standar (PNPS) untuk tahun 2025 dan berlaku dalam jangka waktu 5 tahun. Penyusunan PNPS dalam koordinasi BSN ini telah dipilah sekitar 117 judul yang menyasar sektor pertanian, ungkap Dr. Sri Asih Rohmani saat menyampaikan arahan Sekretaris Badan untuk membuka pelaksanaan Focus Group Discussion. FGD kali ini bertemakan Harmonisasi Pengembangan dan Penerapan Standar Mewujudkan Pertanian Maju Berkelanjutan. Kegiatan berlangsung di Lido Lake MNC Hotel pada 26-27 September 2024 dengan menghadirkan seluruh Timja Program dan Timja Pengelolaan Hasil Standar termasuk juga Ketua Kelompok Perencanaan dan Evaluasi diseluruh Satuan Kerja lingkup BSIP. Balai Informasi Standar Instrumen Pertanian (BISIP) berkesempatan hadir dan cukup mendapat banyak masukan atas cara kerja pelaksanaan perencanaan hingga kepada penuangan programnya di level Balai, dalam hal ini Balai Penerapan.
Ruang pelaksanaan perencanaan yang berkaitan dengan penyusunan standar ini fokus kepada needs standard, sebagaimana diperlukan dalam penyusunan RPJMN yang tentunya juga dengan memperhatikan lingkungan sektoralnya, di dalam negeri, regional, dan ditingkat internasional, ungkap Triningsih Herlinawati, M.Si. selaku Direktur Sistem dan Harmonisasi Pengembangan Standar. Kehadiran Triningsih didaulat sebagai narasumber panel untuk menjelaskan tentang Harmonisasi Pengembangan Standar Mewujudkan Pertanian Maju Berkelanjutan. Sebagaimana pentingnya proses menjaring needs, perlu juga dilakukan analisis dan pendekatan koordinasi yang disertai dengan ricek kepada roadmap PNPS hingga akhirnya BSIP bisa mendorong penerapan standar yang berkelanjutan, ungkapnya.
Penjelasan selanjutnya dari narasumber kedua yang membahas Sistem Penerapan Standar dan Perkembangan Regulasi Berbasis SPK oleh Analis Standar Ahli Madya BSN, Bapak Evan Buwana. Narasumber kedua ini menginformasikan bahwa ujung akhir dari peta jalan penerapan SNI adalah untuk pemberlakuan SNI secara efektif. Sebagaimana tahapannya dilakukan dari penyusunan skema sertifikasi; penetapan skema sertifikasi yang diikuti dengan proses penyusunan Permen untuk pemberlakuan SNI Produk; pembinaan penerapan SNI melalui LPK dan Produsen Dalam Negeri; pelaksanaan sosialisasi skema sertifikasi untuk LPK; dan dilanjutkan dengan proses sertifikasi SNI secara sukarela oleh produsen dalam negeri. Kemudian, sambil dilakukan penerbitan sertifikasi kesesuaian untuk produsen dalam negeri, juga dilakukan notifikasi ke WTO agar draft final regulasi pemberlakuan SNI dan Penetapan Permen Pemberlakuan SNI dapat diperoleh.
Dari peta jalan ini, dicermati oleh BISIP bahwa Balai Besar Penerapan perannya tidak saja mengatur koordinasi kegiatan penerapannya, akan tetapi juga perlu melakukan proses penelaahan dan pengukuran efektifnya suatu SNI. Apalagi Balai-Balai Penerapan yang tersebar di seluruh provinsi memiliki tugas melaksanakan penerapan dan diseminasi standar instrumen pertanian spesifik lokasi. Hal dimana bahwa SNI berlaku nasional dan bahkan tidak menutup kemungkinan berlaku internasional, terutama apabila SNI tersebut mengadopsi secara identik dari ISO atau ICE, jelas Nuning, Kepala BISIP. Peta jalan penerapan ini harus benar-benar dapat dipahami dengan baik dan distrukturkan terutama berkaitan tentang fungsi khusus yang hanya ada di Balai Besar Penerapan yakni pelaksanaan penyusunan model penerapan dan materi penyuluhan standar instrumen pertanian spesifik lokasi. Nantinya, setiap SNI ini juga perlu memiliki notifikasi dan diregulasi dalam Permen apabila merupakan SNI wajib yang diikuti dengan analisa dampak regulasi atau RIA (Regulatory Impact Assessment), ungkap Nuning lagi.
Dari kedua narasumber yang dihadirkan pada sesi pleno ini, terungkap bahwa dalam mengidentifikasi kebutuhan standar sebagaimana dilaksanakan pada tahun 2024 oleh seluruh Balai-Balai Penerapan ini, perlu dilakukan pemilahan urgensi, terutama atas potensi penerapnya yang sesuai dengan tipe pemberlakuan SNInya: apakah sukarela atau wajib, hingga nanti diperoleh sertifikat SNI dan diperkenankan menggunakan tanda SNI.
Secara keseluruhan, kegiatan FGD ini perlu benar-benar ditindaklanjuti dengan mekanisme kerja yang mendetail sampai ke tingkat Balai, baik Balai Pengujian maupun Balai Penerapan. Perlu juga dipastikan fokus fasilitasi BSIP nanti akan seperti apa, sehingga secara proses dan skema pembagian tugasnya berjalan dalam satu sequence, sejak dari identifikasi needs standard di Balai Penerapan; pengujian dan penilaian kesesuaian standar instrumen di Balai pengujian; hingga kembali lagi ke Balai Penerapan untuk mengidentifikasi model penerapan dan menyusun materi penyuluhan atas SNI. Materi tersebut bisa saja berupa GAP, GHP, atau tidak melulu harus sampai ke sertifikasi, terutama dalam kondisi LPK dan LSPro belum secara keseluruhan tersedia.
Hasil dari 2 sesi diskusi yang dimoderatori oleh Prima Luna, Ph.D dan Suhartini, M.FSc. dari sore hingga malam hari, terkumpul data matrik melalui koordinasi Balai Besar Penerapan. Data matrik tersebut berisi informasi kebutuhan standar yang nantinya perlu penyesuaian dengan target RSNI yang menjadi Perjanjian Kinerja Kepala BSIP. Oleh karenanya, usulan nanti tetap harus mengacu pada prinsip money follow program dan tentunya pemilahan usulan atas hasil identifikasi tetap perlu diperkuat sebagaimana kebutuhan pengajuan anggaran saat pembahasan bersama DJA, termasuk bagaimana format dokumen disesuaikan dalam setiap hasil yang diidentifikasi, terutama diposisi kebutuhan program di tahun 2025.